PANCASILA
DALAM PERSEPEKTIF ISLAM
Makalah
ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk tugas pada mata kuliah pancasila
Dosen
Pembimbing:
Bahriah
Parentha
Disusun
Oleh:
Burhan
2012207014
JURUSAN
ILMU HUKUM
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN
AKADEMIK 2013/2014
Latar Belakang
Berbicara tentang Indonesia dalam
kontek Bangsa dan Negara maka kita tidak bisa lepas dari membicarakan islam dan
ummat islam Indonesia di dalamnya. Karena di Indonesia ummat islam merupakan penduduk terbesar. Menurut data BPS pada
bulan agustus 2010 ummat islam Indonesia 237.556.363 orang atau 85,1% dari
total keseluruhan penduduk Indonesia, sehingga tidak bisa dilepaskan hubungan
antara keduanya yaitu Negara dengan ummat islam.
Sejarah mencatat peranan ummat islam
dalam meraih kemerdekaan sangatlah dominan, selain karena factor mayoritas
penduduk Indonesia juga karena doktrin jihad ajaran islam. Diseluruh penjuru
bangsa Indonesia ummat islam selalu menjadi actor utama dalam setiap perlawan
melawan penjajahan. Di Aceh misalnya actor utama yang melawan portugis pada
tahun 1513 adalah sultan Iskandar Muda, kemudain kesultanan Demak yang pada
tahun 1527 menguasai daerah jawa yang waktu itu dikuasai portugis pimpinan
perlawan itu diketui oleh Falatehan yang kemudian merubah nama sunda kelapa menjadi
jayakarta atau sekarang Jakarta. Selanjutnya di Maluku tokoh yang terkenal
adalah sultan Hairun, dan masih banyak lagi daerah-daerah yang lain yang ummat
islamnya menjadi tokoh utama dalam memperjuangkan kemerdekaan. Walaupun kami tidak menafikan peranan ummat
agama yang lain dalam merebut kemerdekaan, seperti Thomas matulesy atau yang lebih dikenal dengan
Kapitan Patpanitiaura, Wage Rudolf Supratman dan masih ada lagi sederet nama
tokoh pejuang bangsa yang non islam.
Berangkat dari kesejarahan dan
kondisi real bangsa Indonesia yang berpenduduk muslim terbesar didalamnya tidak
mengherankan jika kemudian sebagian tokoh-tokoh pendiri bangsa ini (founding farther) yang beragama islam menginginkan agar dasar Negara
Indonesia adalah berasaskan islam, ini menuai penentangan dari kaum nasionalis
yang menginginkan pemisahan antara agama dan Negara.
Perdebatan antara kelompok islam dan kelompok nasionalis
dimulai sejak dibentuknya BUPKI (badan
penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan indonesia) yang dibentuk oleh
jepang pada tanggal 29 april pada tahun 1945 yang dalam bahasa jepangnya
dokuritsu junbi cosakai, badan ini bertugas untuk menyelidiki dan mempelajari
hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek politik, ekonomi, tatapemerintahan
dan hal-hal yang diperlukan dalam pembentukan Negara Indonesia merdeka. BPUPKI
ini beranggotakan 67 orang yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung
(K.R.T) Radjiman Wedyodiningrat dengan wakilnya Ichibangase Yosio (jepang) dan
Raden Pandji Soeroso.
Kemudian pada tanggal 7 Agustus 1945
jepang membubarkan BPUPKI diganti dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan (PPKI). Badan
ini bisa dikatakan lebih komplit secara keanggotaan walaupun jumlahnya lebih
sedikit oleh karena PPKI ini mengakomodir semua golongan. PPKI ini
beranggotakan 21 orang 12 orang perwakilan jawa, 3 orang Sumatra, 2 orang asal
Sulawesi, 1 orang Kalimantan, 1 orang lagi dari sunda kecil (Nusa Tenggara),
kemudian 1 orang berasal dari Maluku, dan terakhir 1 orang dari etnis tionghua.
BPUPKI sebagai badan yang bertugas
mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berhubungan persiapan kemerdekaan
sempat bersidang yang secara resmi 2 kali, yaitu pada tanggal 29 mei1945 yang
berlangsung selama empat hari sampai tanggal I juni tahun 1945 guna membahas
tentang bentuk Negara Indonesia dan falsafah Negara “Indonesia merdeka” dan
dasar Negara Indonesia. Pada siding kali ini juga diagendakan pembahasan
tentang bentuk Negara yang disepakati Negara Kesatuan Republic Indonesia
(NKRI), kemudian agenda sidang selanjutnya membahas konstitusi Negara kesatuan
Republik Indonesia, oleh karena itu perlu terlebih dahulu BPUPKI merumuskan
dasar Negara oleh karena hal itu yang akan menjiwai Undang-Undang Dasar NKRI
itu sendiri, sebab UUD adalah konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam hal menemukan dasar Negara
yang tepat maka dalam acara agenda siding pertama ini mendengarkan pidato tiga
tokoh utama pergerakan kemerdekaan Indonesia yang mengajukan pendapat tentang
dasar Negara Republic Indonesia. Ketiga tokoh tersebut adalah yang pertama mr.
Prof. Mohammad yamin. SH beliau berpidato pada 29 mei 1945, pokok pikiran
beliau yang dikemukakan mengenai rumusan Lima
Asas Dasar Negara Republik Indonesia, yaitu: 1. Peri kebangsaan, 2. Peri
kemanusiaan, 3. Peri ketuhanan, 4. Peri kerakyatan, dan yang 5. Kesejahteraan
rakyat”. Kemudian pada tanggal 3i mei giliran Prof. Mr. Dr. supomo yang
menyampaikan gagasannya tentang dasar Negara Indonesia, beliau mengemukakan pokok
pikirannya yang diberi nama Dasar Negara
Indonesia Merdeka, 1. Persatuan, 2. Kekeluargaan, 3. Mufakat dan Demokrasi,
dan 5. Keadilan sosial” yang terakhir
pidato Ir. Sukarno pada tanggal 1 juni 1945, pidato beliau sangat fenominal
karena pidato beliaulah yang dikemudian disepakati dengan beberapa mudifikasi
sebagai bentuk kesepakatan-kesepakata antar golongan, pokok pikiran bung Karno
adalah 1. Kebangsaan Indonesia, 2. Internasionalisme dan peri kemanusiaan, 3.
Mufakat atau demokrasi, 4. Kesejahteraan social dan 5. Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kemudian pidato itu dekenal dengan nama
Pancasila.
Pidato
bung karno menjadi penutup masa sidang BPUPKI yang pertama, kemudian BPUPKI ini
memasuki masa reses sidang, dalam masa sidang yang pertama ini belum
diketemukan kesepahaman tentang Dasar Negara diantara anggota BPUPKI yang
terdiri dari dua golongan besar yaitu, golongan islam dan nasionalis, maka
dalam masa reses sidang yang pertama dibentuklah panitia kecil yang dinamakan “PANITIA
SEMBILAN” guna merumuskan pokok pikiran
yang telah terkemuka dimuka sidang yang pertama, Panitia Sembilan tersebut diketuai
oleh Ir. Sukarno, wakil Drs. Muhammad Hatta, beranggotakan, Mr. Prof. Muhammad
Yamin SH, kiai Haji Abdul Wahid Hasjim, Abdoel Kahar Moezakir, Raden Abikusno
Tjokrosoejoso, Haji Agus Salim dan yang terakhir Mr. Alexander Andries Maramis.
Dalam Panitia Sembilan ini terjadi
perdebatan sengit antara dua kelompok yang telah kami sebutkan diatas, yaitu
kelompok islam dan kelompok nasionalis, pada tanggal 22 juni panitia Sembilan
ini bertemu dan kemudian menghasilkan sebuah rumusan yang dikenal dengan “Piagam
Jakarta” atau Jakarta Charter yang waktu
itu juga disebut-sebut juga sebagai Gentlement Aggreement. Kemudian ir. Sukarno
sebagai ketua panitia Sembilan melaporkan hasil kerja panitia Sembilan kepada
anggota BPUPKI berupa dokumen rangcangan asas dan tujuan Negara Indonesia
Merdeka. Menurut dokumen tersebut Dasar Negara Republik Indonesia adalah
sebagai berikut:
1. Ketuhanan
dengan berkewajiban menjalankan syari’at islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan
yang adil dan beradab
3. Persatuan
indonesia
4. Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rancangan
itu diterima untuk kemudian dimatangkan dalam masa persidangan BPUPKI yang
kedua pada tanggal 10 juli 1945.
Pada
masa sidang yang kedua ini yang berlangsung dari tanggal 10 juli sampai tanggal
17 juli guna membahas bebrapa persoalan yang berkaitan dengan persiapan
kemerdekaan, yang meliputi rancangan Undang-undang dasar, ekonomi dan keuangan,
pendidikan serta pengajaran. Dalam persidangan BPUPKI yang kedua terjadi
perdebatan yang sangat sengit bekenaan dengan dasar Negara hasil dari
persidangan panitia Sembilan yaitu “Piagam Jakarta” pada kalimat “Ketuahanan
Dengan Berkewajiban Menjalankan Syari’at Islam Bagi Pemeluk-Pemeluknya”. Piagam
Jakarta dianggap tidak sesuai dengan keadaan Indonesia yang pluralisti karena
piagam Jakarta lebih menitik beratkan Negara terhadap islam, akan tetapi
kemudian piagam Jakarta ini disetujui dengan urutan dan redaksional yang
sedikit berbeda.
Pada
masa selanjutnya tanggal 7 agustus 1945 BPUPKI dibubarkan dan diganti dengan
PPKI (panitia pelaksana kemerdekaan indonesia) yang bertugas meresmikan
pembukaan serta batang tubuh undang-undang dasar serta tugas yang kedua
melanjutkan hasil BPUPKI dan proses pemindahan kekuasaan dari pihak militer jepang
ketangan Indonesia.
Pada
detik-detik akhir pengesahan undang-undang dasar dalam rapat PPKI tanggal 18
ada perubahan yang sangat signifikan terhadap rancangan UUD yang telah
disepakati oleh BPUPKI dalam persidangan yang kedua. Ada empat hal yang sangat
fundamental yang dirubah antaranya, Pertama, kata “Mukaddimah”
yang berasal dari bahasa Arab, muqaddimah, diganti dengan kata
“Pembukaan”. Kedua, anak kalimat Piagam Jakarta yang menjadi
pembukaan UUD, diganti dengan, ”Negara berdasar atas Ketuhanan Yang
Maha Esa”. Ketiga, kalimat yang menyebutkan presiden
ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam seperti
tertulis dalam pasal 6 ayat 1, diganti dengan mencoret kata-kata
“dan beragama Islam.” Keempat, terkait perubahan poin kedua,
maka pasal 29 ayat 1 berbunyi, “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha
Esa” sebagai ganti dari, “Negara berdasarkan atas Ketuhananan, dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
Yang menjadi perdebatan kemudian
yang mana sesungguhnya cita Negara Indonesia? Apakah Piagam Jakarta yang yang
merupakan hasil kompromi antar dua golongan sebagaimana pidato supomo pada
tanggal 20 juli atau hasil perubahan sepihak yang kemudian ditetapkan sebagai
dasar Negara?
PEMBAHASAN
ISLAM DAN PANCASILA
Islam
Islam
merupakan suatu agama yang mengadung ajaran-ajaran yang wajib dilaksanakan oleh
pemeluk-pemeluknya, sehingga menegakkan ajaran islam merupakan suatu kewajiban
yang tidak bisa ditinggalkan oleh pemeluknya. Islam dilahirkan di mekkah yang
dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, dalam perjalanan islam berkembang begitu cepat
dan menyebar keseluruh pelosok negeri termasuk Indonesia.
Sejarah
mencatat islam masuk keindonesia pada abad ke-7M sebagaimana di ungkapkan oleh
Dr. Hamka, perjalanan agama islam terbilang sangat perkembangannya di
Indonesia, mengingat masyarakatnIndonesia telah memeluk agama Hindu-Budha yang
umur agama tersebut berumur ratusan tahun. Transformasi agama islam terbilang
yang tercepat di dunia karena agama pendatang ini menjadi agama mayoritas
penduduk Indonesia dan membumi dengan waktu yang singkat.Dalam perjalanannya
islam kemudian tidak hanya sebagai agama akan tetapi agama ini menjelma menjadi
filosofi dan idiologi masyarakat Indonesia, oleh karena itu secara refleks
masyarakat Indonesia berbuat dan bertingkah laku sebagaimana ajaran islam.
Islam
sebagai agama memiliki ajaran yang sangat komplek meliputi segala aspek kehidupan
manusia, baik ajaran yang berhubungan dengan manusia dan tuhannya ata yang
lebih dikenal dengan Ubudiyyah (peribadatan) atau ajaran yang berhubungan
manusia dan mahluk tuhannya, seperti ajaran etika (sopan santun) dan muaamalah
(jual beli). Jadi segala aspek kehidupan manusia diatur dalam agama islam
bahkan sampai hal-hal terkecil dalam kehidupan manusia diatur dalam islam
seperti cara makan dan minum.
Perinsip-Perinsip
Dasar Dalam Ajaran Islam
Ada beberapa prinsip dalam ajaran
islam yang tidak boleh dilanggar oleh penganut agama islam tersebut,
perinsip-perinsip tersebut adalah:
1.
Perinsip
tauhid (ketuhanan)
Ada
perinsip mendasar dalam beragama terutama agama islam yaitu perinsip ketuhanan,
dimana agama islam mengakui atau mengajarkan tentang tuhan, dimana tuhan itu
satu (Esa, wahed) dan berbeda dengan makhluknya (mukholafatulil hawedisi). Jadi
seseorang yang beragama islam dilarang mengakui bahwa tuhan itu lebih dari satu
dan menganggap bahwa tuhan itu sama dengan makhluknya atu menyekutukan tuhan.
Apa bila ada ummat yang beragama islam terus kemudian melanggar perinsip tauhid
ini maka dia telah keluar dari islam (murtad), oleh karena itu perlu hati-hati
dalam hal ketuhanan apa bila melenceng sedikit dari tauhid konsokwensinya
adalah keluar dari islam.
2.
Perinsip
syari’at (hukum)
Syari’at
merupakan perinsip yang kedua dalam beragama, seperti yang kami katakana diatas
bahwa agama islam mengatur semua sendi kehidupan manusia, aturan-aturan itu
disebut sya’at atau fiqih (hukum). Syari’at merupakan hokum yang diturunkan
oleh allah untuk mengatur kehidupan manusia. Syari’at merupakan produk hokum
yang langsung dari allah, kemudian syari’at ini dikembangkan atau
diinterpretasikan oleh para ahli dibidang agama (ulama’) karena syari’at ini
sangat simple dan perlu penafsiran agar dapat menjawab segala persoalan ummat
manusia, hasil dari tafsir atau interpretasi para ahli (fuqoha’) ini dinamakan
fiqih. Hokum fiqih yang merupakan hasil interpretasi para ulama terhadap
syari’at mempunyai banyak versi, antara satu dan yang lainnya tidak sama karena
setiap ulama yang menggali atau menemukan pemahaman terhadap syari’at itu alat
atau tata cara interpretasinya berbeda maka tidak heran apabila hasil dari
pengkajiannya terhadap syari’at itu berbeda.
Yang terpenting dari perinsip dasar fiqih ini
adalah bahwa semua manusia yang beragama islam dilarang melanggar ketentuan
yang telah diatur dalam syari’at atau fiqih tadi, apabila melanggarnya maka
manusia tadi berdosa, seperti mencuri itu dilarang oleh allah melalui
syari’atnya. Jadi konsokwensi orang yang melanggar syari’at dia berdosa, oleh
karena itu ummat islam harus hati-hati dalam berbuat jangan sampai perbuatannya
melanggar syari’at.
3.
Perinsip
akhlaq (Etika)
Perinsip
yang terakhir adalah akhlaq atau etika, etika menjadi sangat penting dalam
kehidupan manusia untuk menjaga keutuhan dan keharmonisan hubungan antar ummat
manusia, suku, bangsa dan agama atau hubungan terhadap makhluk tuhan lainnya.
Apabila bila hubungan antar manusia atau dengan makhluk tuhan yang lain tampa
didasari oleh etika maka akan rusak tatanan kehidupan ummat manusia. Maka dari
itu ummat islam dilarang bertingkah laku atau berbuat sesuatu yang bisa merusak
tatanan kehidupan atau menimbulkan permusuhan antar satu dan lainnya.ummat
manusia terutama ummat islam sangat penting menjaga etika dalam bergaul di
kehidupannya.
Perinsip-perinsip
dasar dalam beragama yang telah kami sebutkan diatas merupakan tolak ukur kita
dalam mengukur segala sesuatu dalam kehidupan ummat manusia, apakah suatu
perbuatan atau faham itu melanggar agama atau tidak? Ini sangat penting agar
tidak terjadi saling mengklaim satu sama lain mana yang benar atau siapa yang
salah.
Perinsip-perinsip dalam beragama islam
tersebut, perinsip tauhid, fiqih, dan akhlaq perlu mendapatkan perhatian yang
sangat bagi pemeluk agama islam khususnya ummat islam Indonesia mengingat
banyaknya faham keagamaan dalam hal ini agama islam yang berpotensi menimbulkan
perpecahan yang tidak diperlukan bahkan membahayakan. Jadi apabila tiga
perinsip tersebut difahami secara mendalam kami yakin tidak akan ada lagi
perpecahan antar ummat beragama apalgi sesame agama islam sebagaimana yang
selama ini terjadi.
Pancasila
Bierend
de Haan mengemukakan Negara pada hakekatnya adalah sebuah organisasi yang
terdiri atas kesatuan-kesatuan masyarakat yang lahir karena suatu kehendak
tertentu. Adanya masyarakat sebagai suatu kesatuan terjadi secara alamiah
karena watak manusia sebagai makhluk social. Adanya Negara tidak terjadi secara
alamiah, tetapi karena adanya suatu kehendak yang didasari oleh pemikiran-pemikiran
tententu. Kehendak dan pemikiran tersebut diwujudkan dalam suatu cita (een idee)
yang dapat menjembatani kepentingan-kepentingan bersam kesatuan-kesatuan
masyarakata, volksgeemenshapsidee berubah
menjadi cita Negara atau staatsidee.
Menurut Bieren de Haan, Negara merupakan peningkatan yang lebih tinggi dari ide
yang berkembang dalam kesatuan-kesatuan masyarakat yang telah ada sebelum
Negara mereka bentu.
Bagaimana
dengan pancasiala? Pancasila merupakan suatu rumusan dasar falsafah dan
idiologi Negara yang diambil dari faham dan pandangan hidup yang menjadi kebiasaan-kebisaan
masyarakat Indonesia yang telah berakar berabat-abat lamanya dalam kehidupan
masyarak yang secara reflek masyarakat mengerjakan dan mlaksanakan dalam
kehidupannya. Rumusan pancasila itu dapat juga dikatan sebagai rumusan cita
Negara (staatsidee).
Lahirnaya
pancasila sebagai pemersatu seluruh faham-faham dan idiologi yang berkembang di
masyarakat yang sangat banyak, apabila faham itu tidak dipersatukan dalam suatu
faham yang lebih tinggi maka akan sulit mempersatukan masyarakat tadi yang
banyak jumlahnya. Oleh karena itu pancasila dijadikan falsafah bersama dalam
berbangsa dan Negara.
Rumusan
Pancasila
1. Ketuhanan
yang maha esa
2. Kemanusiaan
yang adil dan beradab
3. Persatuan
Indonesia
4. Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan
5. Keadilan
social bagi seluruh rakyat indonesia
Pancasila Sebagai Falsafah
Seperti
yang kami jelaskan diatas bahwa rumusan pancasila diambil dari faham-faham atau
pandangan hidup masyarakat yang kemudian dirumuskan menjadi falsafah dalam
berbangsa dan bernegara. Sebagai falsafah bangsa dan Negara pancasila mempunyai
pengertian bahwa pancasila sebagai perinsip yang dianggap benar , suatu bentuk
atau wujud filsafat hidup yang berfungsi sebagai titik tolak langsung perilaku
sehari-sehari.
Setiap
bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui kearah mana tujuan yang hendak
dicapai dalm kehidupan berbangsa dan bernegara maka dia harus mengetahui
pandangan hidup atau falsafah sendiri sebagai Dasar dari langkah yang akan
diambil guna mencapai cita-cita bersama.
Pancasila Sebagai Idiologi
Pancasila selain sebagai falsafah
juga sebagai idiologi bangsa dan Negara. Idiologi pada awalnya digunakan oleh
filsuf perancis Antoine Destutt de Tracy, “yang diartikanya ilmu pengetahuan
mengenai gagasan-gagasan” (science of
idea). Pada awalnya idiologi tidak memiliki konotasi politik mengingat
penggunaanya berhubungan dengan epistimologi ilmu pengetahuan. Sebagai seorang
penganut filsafat idialisme, de trac. Sebagai seorang penganut filsafat
idialisme, de tracy menganggap bahwa pengetahuan yang benar adalah pengetahuan
ide karena idelah yang mendasari atau yang mendorong prilaku manusia.
Istilah ini kemudian berkembang menjadi
istilah politik setelah Napolion Bonaparte dari perancis menamakan semua orang
yang menentang gagasan-gagasan “patiotik” yang dikemukakannya sebagai kaum
“idiologis” bagi Bonaparte idiologi diartikannya sebagai pemikiran-pemikiran
khayali kaum idialis yang menghalang- halangi tujuan revolusioner. Kemudian
pada abad ke-19 istilah idiologi tambah populer setelah Karl Marx menerbitkan
sebuah buku yang berjudul The german
ideology. karl marx mengartikan bahwa idiologi merupakan kesadaran kelas
untuk mempertahankan setatus quo, marx mengecam semua bentuk idiologi itu.
Bagi
Indonesia idiologi pancasila bukanlah berarti seperti apa yang diartikan oleh
Napolion Bonaparte atau karl marx. Akan tetapi idiologi pancasila berarti suatu
pemikiran atau faham yang mengatasi semua faham golongan-golongan karena
mengandung makna yang universal yang bisa ditemukan dalam masyarakat, jadi
idiologi pancasila dalam rangka mempersatukan faham semua golongan oleh karena
itu idiologi pancasila tidak sama dengan faham idiologinya karl marx. Kemudian
idiologi pancasila juga berbeda dengan pengertian yang dikemukakan oleh
Napolion Bonaparte, bahwa idiologi merupakan khayalan kaum idialis yang utopia,
idiologi pancasila berfungsi sebagai tuntunan yang memberikan kekuatan hidup
kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengerjakan kehidupan lahir
batin yang semakin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Ini jelas bukanlah suatu khayalan atau utopia yang tidak mungkin terwujud.
Tentu untuk mewujudkannya masyarakat harus terlebih dahulu memahami dan
menghayati filsafat dan idiologi Negara itu. Kemudian pemahaman dan penghayatan
itu akan mendorong perilaku masyarakat maupun menyelenggara Negara untuk
mewujudkannya dalam realitas.
Pancasila
Sebagai Dasar Hukum
Pancasila selain sebagai falsafah
dan idiologi Negara, juaga sebagai dasar hokum bagi rakyat Indonesia baik dalam
perilaku perseorang, masyarakat atau dalam menyelenggarakan pemerintahan.
Pancasila juga merupakan norma dasar yang membimbing (Leistern) rumusan hokum di bawahnya. Karena Negara Indonesia
menganut faham pembukaan (pereambul) konstitusi mempunya arti penting. Sebab
dalam pereambul tersebut terkandung filsafat Negara atau yang sering disebut
dengan istilah weltanschauug,
philoshopische grondslag, dan idiologi Negara. Dalam pembukaan UUD 1945
merupakan pereambul terlengkap karena memenuhi unsure politik, relegius, dan
mural sebagaimana dikatakan oleh Hans kelsen.
KESIMPULAN
PANCASILA
DALAM PERSEPEKTIF ISLAM
Islam
sebagaimana telah kami jelaskan diatas bahwa merupakan suatu agama yang
mengandung ajaran dalam semua aspek kehidupan, lebih dari pada itu islam juga
sebagai falsafah, idiologi dan landasan dasar hokum dalam setiap tindakan dan perbuatannya
sehari-hari. Oleh karena itu merupakan suatu kewajiban bagi pemeluk agama islam
untuk mengaktualisasikannya dalam kehidupannya, baik dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Jadi tidak mengherankan apabila sebagian pemikir-pemikir islam
menganggap bahwa islam dan politik atau Negara tidaklah bisa di pisahkan,
karena ajaran agama islam meuputi segala aspek kehidupan baik dala berbangsa
dan bernegara.
Kemudian
bagaimana dengan pancasila? Pancasila merupakan suatu rumusan yang mempuanya
arti universal. Oleh karena rumusan pancasila merupakan hasil penggalian dari
pandangan dan faham kehidupan bangsa Indonesia yang telah berakar sejak berabat
abat lamanya. Sehingga pancasila di dalamnya memuat aturan-aturan atau
faham-faham ajaran islam yang telah dianut oleh mayoritas rakyat Indonesia.
Dalam sejarah pembahasan dasar
Negara Indonesia di BPUPKI memang terjadi perdebatan yang sangat sengit antara
dua kolompok, yaitu kelompok islam yang diwakili oleh Haji Agus Salim, kiai
Haji Abdul Wahid Hasjim, Abdoel Kahar Moezakir, Raden Abikusno Tjokrosoejoso, Dr.
Radjiman Wedyodiningrat, dan kelompok
nasionalis diwakili oleh Ir. Sukarno, Drs. Muhammad Hatta, beranggotakan, Mr.
Prof. Muhammad Yamin SH, dan Mr. Alexander Andries Maramis. Kedua kelompok ini
bersikeras untuk mejadikan pemahaman-pemahaman mereka dijadikan dasar Negara.
Dari kelompok islam menginginkan agar Negara Indonesia berdasar atas
ajaran-ajaran islam begitu juga sebaliknya kelompok nasionalis menginginkan
agar agama dan Negara dipisahkan. Akhirnya terjadilah kesepakatan-kesepakatan
antara kedua kelompok tersebut kesepakatan tersebut berupa piagam Jakarta
sebagai dasar Negara yang disepakati oleh majelis BPUPKI dalam sidang yang
kedua pada tanggal 10 juli. Piagam Jakarta tersebut berisi suatu ketentuan yang
secara tersirat menjadikan Negara islam menjadi dasar Negara, dengan
mengharuskan ummat islam menjalankan syari’at islamnya. Akan tetapi
kemudian ketentuan ini hilangkan secara
sepihak oleh bung hatta karena menuai penulakan oleh Indonesia bagian timur.
Perdebatannya kemudian apakah dasar
Negara Indonesia atau pancasila tidak islami? Karena telah membuang ketentuan
yang mewajibkan menjalankan syari’at islam bagi pemeluk-pemeluknya. Dalam
memandang hal ini kita harus kembali kepada perinsip-perinsip dalam ajaran islam,
yang pertama perinsip ketuhanan, kedua perinsip syari’at atau fiqih, yang
ketiga perinsip etika atau akhlaq.
Seperti yang kami jelaskan diatas
bahwa dalam pembukaan konstitusi kita mengandung rumusan yang sangat lengkap
karena didalamnya terkandung perinsip politik, ketuhanan, dan moral. Sejalan
dengan apa yang di katakana oleh kiai Haji Agus Salim bahawa pembukaan dalam
undang-undang hasil dari kesimpulannya atas dua ayat dalam al-qur’an. Pada
kalimat “atas berkat rahmat allah yang mahasa kuasa” kalimat ini hasil dari
kesimpulan atas ayat “laa haula we laa kuata illa billahil aliyyil adhim”
kemudian dalam kalimata “dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya”. Kalimat ini atas kesimpulan H. Agus Salim atas ayat
“innallahee laa yughaiyyiruh maa bikaumin hatta yughayyiruh maa bii amfusihim”.
Oleh karena itu kami berkesimpulan bahwa pancasila tidak bertentangan dengan
islam bahkan sangat islami, oleh karena tidak bertentangan dengan
perinsip-perinsip ajaran dalam islam.
Ini juga ditegaskan oleh mohammad
natsir dalam pidatonya di sidang konstituante ketika mengusulkan islam sebagai
dasar negara, beliau mengatakan bahwa pancasila faham tuan-tuan sekalian
tidaklah bertentangan dengan islam bahkan pancasila akan tumbuh subur dalam
islam. Lebih dari itu menurut pandangan kami pancasila merupakan sebagian
ajaran dalam islam sehingga berkewajiban bagi ummat islam mentaatinya.
Maka
dari itu sebagian kalangan yang menganggap bahwa pancasila merupakan sesuatu
yang haram bahkan kafir adalah sesuatu yang salah karena tidak mempunyai dasar
yag jelas. Oleh karena itu sangat diperlukan meberikan pemahaman kepada
masyarakat agar menerima pancasila sebagai dasar Negara yang menjadi idiologi
bersama dalam berbangsa dan benegara guna mencapai tujuan yang hakiki dari
berbangsa dan benegara.
DAFTAR PUSTAKA
Yusril
Ihza Mahendra, Dinamika Tatanegara Indonesia, Jakarta: Gema Insani Press
Agung
Gunandjar Sudarsa, Pancasila Sebagai Rumah Bersama, Jakarta, RMBOOKS
M.
Dzulfikriddin, Mohammad Natsir Dalam Sejarah Politik Indonesia, Bandung, Mizan
Pidato
Yusril Ihza Mahendra dalam pembekalan caleg se-provensi bengkulu