Minggu, 15 Desember 2013

SUMBERDAYA MANUSIA DAN MASA DEPAN INDONESIA


                       SUMBERDAYA MANUSIA DAN MASA DEPAN INDONESIA                      
National young investor aword (NYIA) yang diselenggarakan oleh LIPI pada tanggal 14-15 november lalu merupakann ajang pertunjukan hasil kreatifitas anak bangsa yang inovatif, acara itu  diikuti oleh siswa SMP, SMA, dan sederajat. Cukup mencengangkan ternyata dalam ajang tersebut banyak dari anak-anak bangsa yang mempunyai kreatifitas yang tinggi dalam berbagai bidang. Seperti alat-alat rumah tangga atau teknologi walaupun masih terbilang teknologi rendah akan tetapi hal itu sangat luarbiasa mengingat mereka masih sangat mudah bahkan masih anak-anak, seperti Fitri, penemu sepatu 3 in 1 yang unik, dan Bening Sasmita Adam dan Dimas Fahrizal Ramadhany, yang menemukan alat pembuka gallon ini menjadi sangat luarbiasa karena mereka masih SMP, atau Muhammad Hanif Sugianto yang menemukan Iblin sebuah alat pembaca sms bagi tuna netra, dan masih banyak lagi yang linnya.
  Dalam keadaan bangsa yang morat marit dalam system politik, terpuruk dalam ekonomi, dan buram dalam penegakan hokum, tapi masih ada daripada anak bangsa yang mempunyai semangat tinggi untuk menggali ilmu pengetahuan dalam rangka mengabdikan diri untuk bangsa dan Negara. Yang membuat Prestasi mereka sangat luarbiasa mengingat dukungan pemerintah terhadap ilmu pengetahuan sangatlah rendah, mereka hadir hanya ketika media mengekspos prestasinya kepermukaan untuk pura-pura bersimpatik dan peduli terhadap ilmu pengetahuan, begitulah bangsa yang dipenuhi dengan kemunafikan.
  Sebenarnya bangsa Indonesia tidak hanya mempunyai potensi dalam sumber daya alamnya saja (SDA) seperti yang selama ini di ekspos kepermukaan, akan tetapi sumber daya manusianya (SDM) juga tidak kalah banyaknya dari pada Negara lain, hanya saja apresiasi pemerintah terhadapnya sangatlah rendah dan hampir tidak ada, itu bisa dilihat dari kecilnya kesempatan yang tersedia untuk mereka berkiprah di negaranya sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing, maka dari itu mereka memilih untuk menetap di Negara orang, seperti Dr. Khoirul Anwar penemu 4G system jaringan komonikasi tercepat di dunia beliau sekarang tinggal di jepang, adalagi Nelson Tanzu, beliau adalah seorang ahli teknologi nano yang merupakan kunci perkembangan teknologi selanjutnya, inovasi yang beliau lakukan akan mempengaruhi kehidupan ummat manusia di dunia, dan masih banyak lagi ilmuan Indonesia yang tidak bisa kami sebutkan seperti  Tjandramukti penemu bidang pertanian, atau Danet Suryatama yang jelas-jelas pemerintah tidak memberikan dukungan dalam pengembangan teknologi otomotifnya.
Kemudian yang menjadi pertanyaan penulis, pantaskah bangsa yang kaya akan sumber daya alam dan manusia ini direndahkan oleh bangsa lain atau pantaskah kita merasa rendah diri terhadap bangsa lain? Sudah tidak terhitung berapakali bangsa ini direndahkan oleh bangsa lain, terakhir penyadapan Australia terhadap Indonesia dan Negara kecil Singapura merupakan penghinaan yang nyata terhadap bangsa dan Negara. Apapun alasannya penyadapan terhadap kepala Negara yang merupakan symbol bangsa tidaklah bisa ditolerir, hubungan bilateral kedua Negara bukanlah alasan untuk kita bersikap lunak terhadap mereka. Rakyat Indonesia memiliki sejarah panjang dalam penderitaannya, sebagaimana yang digambarkan oleh bungkarno bahwa rakyat Indonesia berotot kawat bertulang besi, sehingga tidak akan mati hanya ditinggalkan oleh Australia.
Seperti yang di ugkapkan oleh mantan presiden Abdurrahman Wahid, bahwa kebijakan dalam negri dan luar negri haruslah seimbang jangan sampai tumpang jangan samapai kepentingan dalam negeri di kesampingkan hanya alasan tekanan internasional, penulis masih ingat bagaimana presiden Susilo Bamgbang Yudoyono memberikan hak pengelolaan Blok Cepu kepada ExxonMobile dari Pertamina pada tahun 2006 yang tentunya sangat mengejutkan banyak pihak, pasalanya Blok Cepu mempunyai kandungan menyak 1,478 miliar barel dan gas 8,14 miliar kaki kubik, yang membuat banyak pihak heran karena penyerahan hak kelola kepada ExxonMobile terlebih dahulu pemerintah memecat dewan direksi pertamina yang tidak mau pengelolaan Blok Cepu jatuh kepihak asing, akan tetapi Negara menginginkan yang lain.
Hal demikian janganlah sampai terulang kembali, kita adalah bangsa yang bermartabat dan punya potensi yang luar biasa baik SDM dan SDA nya, seharusnya kita mampu berbuat lebih untuk bangsa ini. Pemerintah harus memberikan kesempatan yang lebih terhadap anak bangsa untuk mengembangkan potensi yang dimilikinnya.

foto-foto di kemah budaya politik puncak

















PANCASILA DALAM PERSEPEKTIF ISLAM


PANCASILA DALAM PERSEPEKTIF ISLAM
Makalah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk tugas pada mata kuliah pancasila


Dosen Pembimbing:
Bahriah Parentha

Disusun Oleh:
Burhan 2012207014

JURUSAN ILMU HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2013/2014



Latar Belakang
            Berbicara tentang Indonesia dalam kontek Bangsa dan Negara maka kita tidak bisa lepas dari membicarakan islam dan ummat islam Indonesia di dalamnya. Karena di Indonesia ummat islam merupakan  penduduk terbesar. Menurut data BPS pada bulan agustus 2010 ummat islam Indonesia 237.556.363 orang atau 85,1% dari total keseluruhan penduduk Indonesia, sehingga tidak bisa dilepaskan hubungan antara keduanya yaitu Negara dengan ummat islam.
            Sejarah mencatat peranan ummat islam dalam meraih kemerdekaan sangatlah dominan, selain karena factor mayoritas penduduk Indonesia juga karena doktrin jihad ajaran islam. Diseluruh penjuru bangsa Indonesia ummat islam selalu menjadi actor utama dalam setiap perlawan melawan penjajahan. Di Aceh misalnya actor utama yang melawan portugis pada tahun 1513 adalah sultan Iskandar Muda, kemudain kesultanan Demak yang pada tahun 1527 menguasai daerah jawa yang waktu itu dikuasai portugis pimpinan perlawan itu diketui oleh Falatehan yang kemudian merubah nama sunda kelapa menjadi jayakarta atau sekarang Jakarta. Selanjutnya di Maluku tokoh yang terkenal adalah sultan Hairun, dan masih banyak lagi daerah-daerah yang lain yang ummat islamnya menjadi tokoh utama dalam memperjuangkan kemerdekaan.  Walaupun kami tidak menafikan peranan ummat agama yang lain dalam merebut kemerdekaan, seperti  Thomas matulesy atau yang lebih dikenal dengan Kapitan Patpanitiaura, Wage Rudolf Supratman dan masih ada lagi sederet nama tokoh pejuang bangsa yang non islam.
            Berangkat dari kesejarahan dan kondisi real bangsa Indonesia yang berpenduduk muslim terbesar didalamnya tidak mengherankan jika kemudian sebagian tokoh-tokoh pendiri bangsa ini (founding farther) yang beragama islam menginginkan agar dasar Negara Indonesia adalah berasaskan islam, ini menuai penentangan dari kaum nasionalis yang menginginkan pemisahan antara agama dan Negara.
             Perdebatan antara  kelompok islam dan kelompok nasionalis dimulai sejak dibentuknya BUPKI  (badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan indonesia) yang dibentuk oleh jepang pada tanggal 29 april pada tahun 1945 yang dalam bahasa jepangnya dokuritsu junbi cosakai, badan ini bertugas untuk menyelidiki dan mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek politik, ekonomi, tatapemerintahan dan hal-hal yang diperlukan dalam pembentukan Negara Indonesia merdeka. BPUPKI ini beranggotakan 67 orang yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T) Radjiman Wedyodiningrat dengan wakilnya Ichibangase Yosio (jepang) dan Raden Pandji Soeroso.
            Kemudian pada tanggal 7 Agustus 1945 jepang membubarkan BPUPKI diganti dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan (PPKI). Badan ini bisa dikatakan lebih komplit secara keanggotaan walaupun jumlahnya lebih sedikit oleh karena PPKI ini mengakomodir semua golongan. PPKI ini beranggotakan 21 orang 12 orang perwakilan jawa, 3 orang Sumatra, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang Kalimantan, 1 orang lagi dari sunda kecil (Nusa Tenggara), kemudian 1 orang berasal dari Maluku, dan terakhir 1 orang dari etnis tionghua.
            BPUPKI sebagai badan yang bertugas mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berhubungan persiapan kemerdekaan sempat bersidang yang secara resmi 2 kali, yaitu pada tanggal 29 mei1945 yang berlangsung selama empat hari sampai tanggal I juni tahun 1945 guna membahas tentang bentuk Negara Indonesia dan falsafah Negara “Indonesia merdeka” dan dasar Negara Indonesia. Pada siding kali ini juga diagendakan pembahasan tentang bentuk Negara yang disepakati Negara Kesatuan Republic Indonesia (NKRI), kemudian agenda sidang selanjutnya membahas konstitusi Negara kesatuan Republik Indonesia, oleh karena itu perlu terlebih dahulu BPUPKI merumuskan dasar Negara oleh karena hal itu yang akan menjiwai Undang-Undang Dasar NKRI itu sendiri, sebab UUD adalah konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
            Dalam hal menemukan dasar Negara yang tepat maka dalam acara agenda siding pertama ini mendengarkan pidato tiga tokoh utama pergerakan kemerdekaan  Indonesia yang mengajukan pendapat tentang dasar Negara Republic Indonesia. Ketiga tokoh tersebut adalah yang pertama mr. Prof. Mohammad yamin. SH beliau berpidato pada 29 mei 1945, pokok pikiran beliau yang dikemukakan mengenai rumusan Lima Asas Dasar Negara Republik Indonesia, yaitu: 1. Peri kebangsaan, 2. Peri kemanusiaan, 3. Peri ketuhanan, 4. Peri kerakyatan, dan yang 5. Kesejahteraan rakyat”. Kemudian pada tanggal 3i mei giliran Prof. Mr. Dr. supomo yang menyampaikan gagasannya tentang dasar Negara Indonesia, beliau mengemukakan pokok pikirannya yang diberi nama Dasar Negara Indonesia Merdeka, 1. Persatuan, 2. Kekeluargaan, 3. Mufakat dan Demokrasi, dan 5. Keadilan sosial”  yang terakhir pidato Ir. Sukarno pada tanggal 1 juni 1945, pidato beliau sangat fenominal karena pidato beliaulah yang dikemudian disepakati dengan beberapa mudifikasi sebagai bentuk kesepakatan-kesepakata antar golongan, pokok pikiran bung Karno adalah 1. Kebangsaan Indonesia, 2. Internasionalisme dan peri kemanusiaan, 3. Mufakat atau demokrasi, 4. Kesejahteraan social dan 5. Ketuhanan Yang Maha Esa. Kemudian pidato itu dekenal dengan nama Pancasila.
            Pidato bung karno menjadi penutup masa sidang BPUPKI yang pertama, kemudian BPUPKI ini memasuki masa reses sidang, dalam masa sidang yang pertama ini belum diketemukan kesepahaman tentang Dasar Negara diantara anggota BPUPKI yang terdiri dari dua golongan besar yaitu, golongan islam dan nasionalis, maka dalam masa reses sidang yang pertama dibentuklah panitia kecil yang dinamakan “PANITIA SEMBILAN”  guna merumuskan pokok pikiran yang telah terkemuka dimuka sidang yang pertama, Panitia Sembilan tersebut diketuai oleh Ir. Sukarno, wakil Drs. Muhammad Hatta, beranggotakan, Mr. Prof. Muhammad Yamin SH, kiai Haji Abdul Wahid Hasjim, Abdoel Kahar Moezakir, Raden Abikusno Tjokrosoejoso, Haji Agus Salim dan yang terakhir Mr. Alexander Andries Maramis.
            Dalam Panitia Sembilan ini terjadi perdebatan sengit antara dua kelompok yang telah kami sebutkan diatas, yaitu kelompok islam dan kelompok nasionalis, pada tanggal 22 juni panitia Sembilan ini bertemu dan kemudian menghasilkan sebuah rumusan yang dikenal dengan “Piagam Jakarta”  atau Jakarta Charter yang waktu itu juga disebut-sebut juga sebagai Gentlement Aggreement. Kemudian ir. Sukarno sebagai ketua panitia Sembilan melaporkan hasil kerja panitia Sembilan kepada anggota BPUPKI berupa dokumen rangcangan asas dan tujuan Negara Indonesia Merdeka. Menurut dokumen tersebut Dasar Negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut:
1.      Ketuhanan dengan berkewajiban menjalankan syari’at islam bagi pemeluk-pemeluknya
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.      Persatuan indonesia
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rancangan itu diterima untuk kemudian dimatangkan dalam masa persidangan BPUPKI yang kedua pada tanggal 10 juli 1945.
Pada masa sidang yang kedua ini yang berlangsung dari tanggal 10 juli sampai tanggal 17 juli guna membahas bebrapa persoalan yang berkaitan dengan persiapan kemerdekaan, yang meliputi rancangan Undang-undang dasar, ekonomi dan keuangan, pendidikan serta pengajaran. Dalam persidangan BPUPKI yang kedua terjadi perdebatan yang sangat sengit bekenaan dengan dasar Negara hasil dari persidangan panitia Sembilan yaitu “Piagam Jakarta” pada kalimat “Ketuahanan Dengan Berkewajiban Menjalankan Syari’at Islam Bagi Pemeluk-Pemeluknya”. Piagam Jakarta dianggap tidak sesuai dengan keadaan Indonesia yang pluralisti karena piagam Jakarta lebih menitik beratkan Negara terhadap islam, akan tetapi kemudian piagam Jakarta ini disetujui dengan urutan dan redaksional yang sedikit berbeda.
Pada masa selanjutnya tanggal 7 agustus 1945 BPUPKI dibubarkan dan diganti dengan PPKI (panitia pelaksana kemerdekaan indonesia) yang bertugas meresmikan pembukaan serta batang tubuh undang-undang dasar serta tugas yang kedua melanjutkan hasil BPUPKI dan proses pemindahan kekuasaan dari pihak militer jepang ketangan Indonesia.
Pada detik-detik akhir pengesahan undang-undang dasar dalam rapat PPKI tanggal 18 ada perubahan yang sangat signifikan terhadap rancangan UUD yang telah disepakati oleh BPUPKI dalam persidangan yang kedua. Ada empat hal yang sangat fundamental yang dirubah antaranya, Pertama, kata “Mukaddimah” yang berasal dari bahasa Arab, muqaddimah, diganti dengan kata “Pembukaan”. Kedua, anak kalimat Piagam Jakarta yang menjadi pembukaan UUD, diganti   dengan, ”Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. Ketiga, kalimat yang menyebutkan presiden ialah orang    Indonesia asli dan  beragama Islam seperti tertulis dalam pasal 6 ayat 1,  diganti  dengan mencoret kata-kata “dan beragama Islam.” Keempat, terkait perubahan poin kedua, maka pasal 29 ayat 1 berbunyi, “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai ganti dari, “Negara berdasarkan atas Ketuhananan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
            Yang menjadi perdebatan kemudian yang mana sesungguhnya cita Negara Indonesia? Apakah Piagam Jakarta yang yang merupakan hasil kompromi antar dua golongan sebagaimana pidato supomo pada tanggal 20 juli atau hasil perubahan sepihak yang kemudian ditetapkan sebagai dasar Negara?

PEMBAHASAN
ISLAM DAN PANCASILA
Islam
Islam merupakan suatu agama yang mengadung ajaran-ajaran yang wajib dilaksanakan oleh pemeluk-pemeluknya, sehingga menegakkan ajaran islam merupakan suatu kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan oleh pemeluknya. Islam dilahirkan di mekkah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, dalam perjalanan islam berkembang begitu cepat dan menyebar keseluruh pelosok negeri termasuk Indonesia. 
Sejarah mencatat islam masuk keindonesia pada abad ke-7M sebagaimana di ungkapkan oleh Dr. Hamka, perjalanan agama islam terbilang sangat perkembangannya di Indonesia, mengingat masyarakatnIndonesia telah memeluk agama Hindu-Budha yang umur agama tersebut berumur ratusan tahun. Transformasi agama islam terbilang yang tercepat di dunia karena agama pendatang ini menjadi agama mayoritas penduduk Indonesia dan membumi dengan waktu yang singkat.Dalam perjalanannya islam kemudian tidak hanya sebagai agama akan tetapi agama ini menjelma menjadi filosofi dan idiologi masyarakat Indonesia, oleh karena itu secara refleks masyarakat Indonesia berbuat dan bertingkah laku sebagaimana ajaran islam.  
Islam sebagai agama memiliki ajaran yang sangat komplek meliputi segala aspek kehidupan manusia, baik ajaran yang berhubungan dengan manusia dan tuhannya ata yang lebih dikenal dengan Ubudiyyah (peribadatan) atau ajaran yang berhubungan manusia dan mahluk tuhannya, seperti ajaran etika (sopan santun) dan muaamalah (jual beli). Jadi segala aspek kehidupan manusia diatur dalam agama islam bahkan sampai hal-hal terkecil dalam kehidupan manusia diatur dalam islam seperti cara makan dan minum.
Perinsip-Perinsip Dasar Dalam  Ajaran Islam
            Ada beberapa prinsip dalam ajaran islam yang tidak boleh dilanggar oleh penganut agama islam tersebut, perinsip-perinsip tersebut adalah:


1.      Perinsip tauhid (ketuhanan)
Ada perinsip mendasar dalam beragama terutama agama islam yaitu perinsip ketuhanan, dimana agama islam mengakui atau mengajarkan tentang tuhan, dimana tuhan itu satu (Esa, wahed) dan berbeda dengan makhluknya (mukholafatulil hawedisi). Jadi seseorang yang beragama islam dilarang mengakui bahwa tuhan itu lebih dari satu dan menganggap bahwa tuhan itu sama dengan makhluknya atu menyekutukan tuhan. Apa bila ada ummat yang beragama islam terus kemudian melanggar perinsip tauhid ini maka dia telah keluar dari islam (murtad), oleh karena itu perlu hati-hati dalam hal ketuhanan apa bila melenceng sedikit dari tauhid konsokwensinya adalah keluar dari islam.
2.      Perinsip syari’at (hukum)
Syari’at merupakan perinsip yang kedua dalam beragama, seperti yang kami katakana diatas bahwa agama islam mengatur semua sendi kehidupan manusia, aturan-aturan itu disebut sya’at atau fiqih (hukum). Syari’at merupakan hokum yang diturunkan oleh allah untuk mengatur kehidupan manusia. Syari’at merupakan produk hokum yang langsung dari allah, kemudian syari’at ini dikembangkan atau diinterpretasikan oleh para ahli dibidang agama (ulama’) karena syari’at ini sangat simple dan perlu penafsiran agar dapat menjawab segala persoalan ummat manusia, hasil dari tafsir atau interpretasi para ahli (fuqoha’) ini dinamakan fiqih. Hokum fiqih yang merupakan hasil interpretasi para ulama terhadap syari’at mempunyai banyak versi, antara satu dan yang lainnya tidak sama karena setiap ulama yang menggali atau menemukan pemahaman terhadap syari’at itu alat atau tata cara interpretasinya berbeda maka tidak heran apabila hasil dari pengkajiannya terhadap syari’at itu berbeda.
 Yang terpenting dari perinsip dasar fiqih ini adalah bahwa semua manusia yang beragama islam dilarang melanggar ketentuan yang telah diatur dalam syari’at atau fiqih tadi, apabila melanggarnya maka manusia tadi berdosa, seperti mencuri itu dilarang oleh allah melalui syari’atnya. Jadi konsokwensi orang yang melanggar syari’at dia berdosa, oleh karena itu ummat islam harus hati-hati dalam berbuat jangan sampai perbuatannya melanggar syari’at.


3.      Perinsip akhlaq (Etika)
Perinsip yang terakhir adalah akhlaq atau etika, etika menjadi sangat penting dalam kehidupan manusia untuk menjaga keutuhan dan keharmonisan hubungan antar ummat manusia, suku, bangsa dan agama atau hubungan terhadap makhluk tuhan lainnya. Apabila bila hubungan antar manusia atau dengan makhluk tuhan yang lain tampa didasari oleh etika maka akan rusak tatanan kehidupan ummat manusia. Maka dari itu ummat islam dilarang bertingkah laku atau berbuat sesuatu yang bisa merusak tatanan kehidupan atau menimbulkan permusuhan antar satu dan lainnya.ummat manusia terutama ummat islam sangat penting menjaga etika dalam bergaul di kehidupannya.
Perinsip-perinsip dasar dalam beragama yang telah kami sebutkan diatas merupakan tolak ukur kita dalam mengukur segala sesuatu dalam kehidupan ummat manusia, apakah suatu perbuatan atau faham itu melanggar agama atau tidak? Ini sangat penting agar tidak terjadi saling mengklaim satu sama lain mana yang benar atau siapa yang salah.
 Perinsip-perinsip dalam beragama islam tersebut, perinsip tauhid, fiqih, dan akhlaq perlu mendapatkan perhatian yang sangat bagi pemeluk agama islam khususnya ummat islam Indonesia mengingat banyaknya faham keagamaan dalam hal ini agama islam yang berpotensi menimbulkan perpecahan yang tidak diperlukan bahkan membahayakan. Jadi apabila tiga perinsip tersebut difahami secara mendalam kami yakin tidak akan ada lagi perpecahan antar ummat beragama apalgi sesame agama islam sebagaimana yang selama ini terjadi.
Pancasila
Bierend de Haan mengemukakan Negara pada hakekatnya adalah sebuah organisasi yang terdiri atas kesatuan-kesatuan masyarakat yang lahir karena suatu kehendak tertentu. Adanya masyarakat sebagai suatu kesatuan terjadi secara alamiah karena watak manusia sebagai makhluk social. Adanya Negara tidak terjadi secara alamiah, tetapi karena adanya suatu kehendak yang didasari oleh pemikiran-pemikiran tententu. Kehendak dan pemikiran tersebut diwujudkan dalam suatu cita (een idee) yang dapat menjembatani kepentingan-kepentingan bersam kesatuan-kesatuan masyarakata, volksgeemenshapsidee berubah menjadi cita Negara atau staatsidee. Menurut Bieren de Haan, Negara merupakan peningkatan yang lebih tinggi dari ide yang berkembang dalam kesatuan-kesatuan masyarakat yang telah ada sebelum Negara mereka bentu. 
Bagaimana dengan pancasiala? Pancasila merupakan suatu rumusan dasar falsafah dan idiologi Negara yang diambil dari faham dan pandangan hidup yang menjadi kebiasaan-kebisaan masyarakat Indonesia yang telah berakar berabat-abat lamanya dalam kehidupan masyarak yang secara reflek masyarakat mengerjakan dan mlaksanakan dalam kehidupannya. Rumusan pancasila itu dapat juga dikatan sebagai rumusan cita Negara (staatsidee).
Lahirnaya pancasila sebagai pemersatu seluruh faham-faham dan idiologi yang berkembang di masyarakat yang sangat banyak, apabila faham itu tidak dipersatukan dalam suatu faham yang lebih tinggi maka akan sulit mempersatukan masyarakat tadi yang banyak jumlahnya. Oleh karena itu pancasila dijadikan falsafah bersama dalam berbangsa dan Negara.
Rumusan Pancasila
1.      Ketuhanan yang maha esa
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.      Persatuan Indonesia
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan
5.      Keadilan social bagi seluruh rakyat indonesia
Pancasila Sebagai Falsafah
Seperti yang kami jelaskan diatas bahwa rumusan pancasila diambil dari faham-faham atau pandangan hidup masyarakat yang kemudian dirumuskan menjadi falsafah dalam berbangsa dan bernegara. Sebagai falsafah bangsa dan Negara pancasila mempunyai pengertian bahwa pancasila sebagai perinsip yang dianggap benar , suatu bentuk atau wujud filsafat hidup yang berfungsi sebagai titik tolak langsung perilaku sehari-sehari.
Setiap bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui kearah mana tujuan yang hendak dicapai dalm kehidupan berbangsa dan bernegara maka dia harus mengetahui pandangan hidup atau falsafah sendiri sebagai Dasar dari langkah yang akan diambil guna mencapai cita-cita bersama.

Pancasila Sebagai Idiologi
            Pancasila selain sebagai falsafah juga sebagai idiologi bangsa dan Negara. Idiologi pada awalnya digunakan oleh filsuf perancis Antoine Destutt de Tracy, “yang diartikanya ilmu pengetahuan mengenai gagasan-gagasan” (science of idea). Pada awalnya idiologi tidak memiliki konotasi politik mengingat penggunaanya berhubungan dengan epistimologi ilmu pengetahuan. Sebagai seorang penganut filsafat idialisme, de trac. Sebagai seorang penganut filsafat idialisme, de tracy menganggap bahwa pengetahuan yang benar adalah pengetahuan ide karena idelah yang mendasari atau yang mendorong prilaku manusia.
 Istilah ini kemudian berkembang menjadi istilah politik setelah Napolion Bonaparte dari perancis menamakan semua orang yang menentang gagasan-gagasan “patiotik” yang dikemukakannya sebagai kaum “idiologis” bagi Bonaparte idiologi diartikannya sebagai pemikiran-pemikiran khayali kaum idialis yang menghalang- halangi tujuan revolusioner. Kemudian pada abad ke-19 istilah idiologi tambah populer setelah Karl Marx menerbitkan sebuah buku yang berjudul The german ideology. karl marx mengartikan bahwa idiologi merupakan kesadaran kelas untuk mempertahankan setatus quo, marx mengecam semua bentuk idiologi itu.
Bagi Indonesia idiologi pancasila bukanlah berarti seperti apa yang diartikan oleh Napolion Bonaparte atau karl marx. Akan tetapi idiologi pancasila berarti suatu pemikiran atau faham yang mengatasi semua faham golongan-golongan karena mengandung makna yang universal yang bisa ditemukan dalam masyarakat, jadi idiologi pancasila dalam rangka mempersatukan faham semua golongan oleh karena itu idiologi pancasila tidak sama dengan faham idiologinya karl marx. Kemudian idiologi pancasila juga berbeda dengan pengertian yang dikemukakan oleh Napolion Bonaparte, bahwa idiologi merupakan khayalan kaum idialis yang utopia, idiologi pancasila berfungsi sebagai tuntunan yang memberikan kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengerjakan kehidupan lahir batin yang semakin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Ini jelas bukanlah suatu khayalan atau utopia yang tidak mungkin terwujud. Tentu untuk mewujudkannya masyarakat harus terlebih dahulu memahami dan menghayati filsafat dan idiologi Negara itu. Kemudian pemahaman dan penghayatan itu akan mendorong perilaku masyarakat maupun menyelenggara Negara untuk mewujudkannya dalam realitas.
Pancasila Sebagai Dasar Hukum
            Pancasila selain sebagai falsafah dan idiologi Negara, juaga sebagai dasar hokum bagi rakyat Indonesia baik dalam perilaku perseorang, masyarakat atau dalam menyelenggarakan pemerintahan. Pancasila juga merupakan norma dasar yang membimbing (Leistern) rumusan hokum di bawahnya. Karena Negara Indonesia menganut faham pembukaan (pereambul) konstitusi mempunya arti penting. Sebab dalam pereambul tersebut terkandung filsafat Negara atau yang sering disebut dengan istilah weltanschauug, philoshopische grondslag, dan idiologi Negara. Dalam pembukaan UUD 1945 merupakan pereambul terlengkap karena memenuhi unsure politik, relegius, dan mural sebagaimana dikatakan oleh Hans kelsen.
             
                                         KESIMPULAN
PANCASILA DALAM PERSEPEKTIF ISLAM
Islam sebagaimana telah kami jelaskan diatas bahwa merupakan suatu agama yang mengandung ajaran dalam semua aspek kehidupan, lebih dari pada itu islam juga sebagai falsafah, idiologi dan landasan dasar hokum dalam setiap tindakan dan perbuatannya sehari-hari. Oleh karena itu merupakan suatu kewajiban bagi pemeluk agama islam untuk mengaktualisasikannya dalam kehidupannya, baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jadi tidak mengherankan apabila sebagian pemikir-pemikir islam menganggap bahwa islam dan politik atau Negara tidaklah bisa di pisahkan, karena ajaran agama islam meuputi segala aspek kehidupan baik dala berbangsa dan bernegara.
Kemudian bagaimana dengan pancasila? Pancasila merupakan suatu rumusan yang mempuanya arti universal. Oleh karena rumusan pancasila merupakan hasil penggalian dari pandangan dan faham kehidupan bangsa Indonesia yang telah berakar sejak berabat abat lamanya. Sehingga pancasila di dalamnya memuat aturan-aturan atau faham-faham ajaran islam yang telah dianut oleh mayoritas rakyat Indonesia.
            Dalam sejarah pembahasan dasar Negara Indonesia di BPUPKI memang terjadi perdebatan yang sangat sengit antara dua kolompok, yaitu kelompok islam yang diwakili oleh Haji Agus Salim, kiai Haji Abdul Wahid Hasjim, Abdoel Kahar Moezakir, Raden Abikusno Tjokrosoejoso, Dr. Radjiman Wedyodiningrat,  dan kelompok nasionalis diwakili oleh Ir. Sukarno, Drs. Muhammad Hatta, beranggotakan, Mr. Prof. Muhammad Yamin SH, dan Mr. Alexander Andries Maramis. Kedua kelompok ini bersikeras untuk mejadikan pemahaman-pemahaman mereka dijadikan dasar Negara. Dari kelompok islam menginginkan agar Negara Indonesia berdasar atas ajaran-ajaran islam begitu juga sebaliknya kelompok nasionalis menginginkan agar agama dan Negara dipisahkan. Akhirnya terjadilah kesepakatan-kesepakatan antara kedua kelompok tersebut kesepakatan tersebut berupa piagam Jakarta sebagai dasar Negara yang disepakati oleh majelis BPUPKI dalam sidang yang kedua pada tanggal 10 juli. Piagam Jakarta tersebut berisi suatu ketentuan yang secara tersirat menjadikan Negara islam menjadi dasar Negara, dengan mengharuskan ummat islam menjalankan syari’at islamnya. Akan tetapi kemudian  ketentuan ini hilangkan secara sepihak oleh bung hatta karena menuai penulakan oleh Indonesia bagian timur.
            Perdebatannya kemudian apakah dasar Negara Indonesia atau pancasila tidak islami? Karena telah membuang ketentuan yang mewajibkan menjalankan syari’at islam bagi pemeluk-pemeluknya. Dalam memandang hal ini kita harus kembali kepada perinsip-perinsip dalam ajaran islam, yang pertama perinsip ketuhanan, kedua perinsip syari’at atau fiqih, yang ketiga perinsip etika atau akhlaq.
            Seperti yang kami jelaskan diatas bahwa dalam pembukaan konstitusi kita mengandung rumusan yang sangat lengkap karena didalamnya terkandung perinsip politik, ketuhanan, dan moral. Sejalan dengan apa yang di katakana oleh kiai Haji Agus Salim bahawa pembukaan dalam undang-undang hasil dari kesimpulannya atas dua ayat dalam al-qur’an. Pada kalimat “atas berkat rahmat allah yang mahasa kuasa” kalimat ini hasil dari kesimpulan atas ayat “laa haula we laa kuata illa billahil aliyyil adhim” kemudian dalam kalimata “dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”. Kalimat ini atas kesimpulan H. Agus Salim atas ayat “innallahee laa yughaiyyiruh maa bikaumin hatta yughayyiruh maa bii amfusihim”. Oleh karena itu kami berkesimpulan bahwa pancasila tidak bertentangan dengan islam bahkan sangat islami, oleh karena tidak bertentangan dengan perinsip-perinsip ajaran dalam islam.
            Ini juga ditegaskan oleh mohammad natsir dalam pidatonya di sidang konstituante ketika mengusulkan islam sebagai dasar negara, beliau mengatakan bahwa pancasila faham tuan-tuan sekalian tidaklah bertentangan dengan islam bahkan pancasila akan tumbuh subur dalam islam. Lebih dari itu menurut pandangan kami pancasila merupakan sebagian ajaran dalam islam sehingga berkewajiban bagi ummat islam mentaatinya.
Maka dari itu sebagian kalangan yang menganggap bahwa pancasila merupakan sesuatu yang haram bahkan kafir adalah sesuatu yang salah karena tidak mempunyai dasar yag jelas. Oleh karena itu sangat diperlukan meberikan pemahaman kepada masyarakat agar menerima pancasila sebagai dasar Negara yang menjadi idiologi bersama dalam berbangsa dan benegara guna mencapai tujuan yang hakiki dari berbangsa dan benegara.

DAFTAR PUSTAKA
Yusril Ihza Mahendra, Dinamika Tatanegara Indonesia, Jakarta: Gema Insani Press
Agung Gunandjar Sudarsa, Pancasila Sebagai Rumah Bersama, Jakarta, RMBOOKS
M. Dzulfikriddin, Mohammad Natsir Dalam Sejarah Politik Indonesia, Bandung, Mizan
Pidato Yusril Ihza Mahendra dalam pembekalan caleg se-provensi bengkulu