Selasa, 10 Desember 2013

"MEREVIEW PUTUSAN MK" MUNGKINKAH?


“MEREVIEW PUTUSAN MK” MUNGKINKAH?
            Tertangkapnya Akil Muchtar Ex ketua Mahkamah Konstitusi dalam kasus suap perkara pilkada berimplikasi terhadap ketidak percayaan kepada hasil putusan Mahkamah Konstitusi, kecurigaan pun bermunculan dari berbagai kalangan baik dari kalangan akademisi atau dari masyarakat biasa, setiap putusan MK pasca penangkapan Akil Mukhtar tidak mendapatkan legitimasi lagi dari masyarakat seiring dengan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradialan ini, puncak ketidak percayaan masyarakat terhadap mahkamah konstitusi ketika terjadi pengrusakan di dalam ruang sidang MK yang disebabkan ketidak percayaannya terhadap majlis MK terlepas dari apakah kerusuhan itu direncanakan atau tidak.
Sehingga tuntutan mereview kembali putusan Mahkamah Konstitusi yang diketuai oleh Akil Mukhtar wajar disuarakan dengan lantang disuarakan oleh berbagai pihak terutama dari kalangan akademisi seperti Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra yang mengharapkan agar Mahakamah Konstitusi mereview kembali putusannya. Pertanyaannya apakah dimungkinkan mereview putusan Mahkamah Konstitusi? Jawaban dari pertanyaan ini sangatlah sulit karena berkaitan dengan sistem peradilan dan hukum yang berlaku di indonesia.
            Pada perinsipnya penyelengaraan suatu lembaga peradilan adalah untuk menegakkan keadilan dalam suatu negara seperti yang termaktub dalam pasal 24 ayat 1 UUD 1945, sehingga hal-hal yang menghalangi penegakkan keadilan itu harus dibasmi, bahkan jika hukum itu sendiri menghalangi penegakkan keadilan maka itu harus dilanggar, seperti pepatah latin mengatakan “Fiat justisia ruat coelum” meski langit runtuh keadilan harus ditegakkan. Bagaimana dengan kedudukan MK dalam sistem pemerintahan indonesia?
            Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga yang boleh dikatan super body karena tidak ada lembaga lain yang bisa mengawasi kinerja dari para hakim konstitusi, seperti yang dikatan oleh prof Yusril ihza mahendra para hakim konstitusi seperti dewa yang menjaga konstitusi indonesia Sesuai dengan pasal 24C ayat 1 UUD 1945, yang mana MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifal final dan mengikat (binding) semua warga negara sejak diucapkan oleh hakim dalam sidang pleno terbuka, sebagaimana yang dikatakan oleh Arsyad bahwa putusan MK bersifat erga omnes yang artinya mengikat semua warga negara.
            Kemudian bagaiman dengan putusan hakim khususnya hakim Mahkamah Konstitusi yang terindikasi korupsi? Dalam setiap peradilan di dunia tidak terkecuali indonesia seorang Hakim memiliki kedudukan yang merdeka yang bebas dari intervensi pihak manapun dalam mengambil keputusan untuk memutus perkara dalam persidangan, karena sudah menjadi asas hukum umum kekuasaan kehakiman yang idantaranya kebebasan hakim dan keputusannya tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun kecuali lembaga peradilan yang ada diatasnya. Bagaiman dengan peradilan konstitusi yang merupakan peradilan tingkay pertama dan terakhir?
            Menurut pandangan penulis mereview putusan mahkamah konstitusi bisa saja dan boleh apabila hakim mahkamah konstitusi yang memutus perkara tersebut nyata-nyata dan terbukti secara hukum melakukan pelanggaran hukum yang berkenaan dengan perkara yang diputusnya walaupun belum ada dasar hukum yang secara eksplisit mengaturnya. Penulis mendasarkan bahwa tujuan pembentukan peradilan adalah untuk menciptakan keadilan bagi para pencari keadilan, sehingga lembaga peradilan berusaha sedemikian rupa untuk menciptakan keadilan mengenyampingkan peraturan demi tegaknya keadilan boleh saja dilakukan oleh para hakim yang berwenang. Sebagaiman yang dikatakan oleh prof. Bismar Siregar mantan ketua mahkamah agung bahwa hukum hanya sebuah alat untuk menciptakan keadilan sehingga jangan sampai alat ini menghalangi terciptanya keadilan andai kata ada cara atau alat lain untuk menciptakan keadilan maka boleh saja seorang hakim memakai alat tersebut untuk menciptakan keadilan yang merupakan tujuan dan tugas utama seoraang hakim.
            Berkenaan dengan mereview putusan mahkamah konstitusi yang terpenting disini pembuktian terlebih dahulu bahwa terhadap hakim yang memutus perkara tersebut, bahwa hakim telah nyata-nyata dan terbukti melakukan pelanggaran tindak pidana dalam memutus perkara tersebut, karena pada dasarnya seorang hakim yang melakukan pelanggaran dalam memutus suatu perkara katakanlah menerima suap dia tidak sedang berada dalam kebebasannya memutus perkara yang merupakan prasyarat utama seorang hakim, akan tetapi dia berada dalam tekanan dan penguasaan pihak lain, sehingga tidak mungkin dalam keadaan tersebut hakim bisa memutus parkara dengan adil yang merupakan tujuan utama.
            Asas kepastian hukum yang dijadikan dasar oleh para penentang dilakukannya review terhadap putusan mahkamah konstitusi seharusnya tidak bertentangan dengan asas keadilan yang menjadi dasar pembentukan hukum dan tujuan hukum itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar